Sabtu, 23 September 2023

Uluum Tafsir Al-Qur'an

Bismillah

 Tulisan di bawah ini adalah saduran point-point penting berkaitan Uluum Tafsir Al-Qur'an, gabungan dari 2 kitab yaitu ilmu tafsir As-Suyuti dan mabahits uluum Al-Qur'an karya Manna Al-Qathan.

Pertama kali ilmu tafsir disusun oleh seorang tokoh ulama mutaqaddimīn (klasik),

Jalāl ad-Dīn al-Bulqīniy yang mengkodifikasikannya, memperbaikinya, menyusunnya secara teratur dalam sebuah buku yang diberi nama Mawāqi al’Ulūm min Mawāqi’ an-Nujūm dan dibagi kepada 50 macam (pokok bahasan) berdasarkan point-point pembagian ilmu hadis.[1]

 

Al-Bulqīniy dalam sebuah pengantar ada 55 point seperti yang disebutkan dalam buku Mawāqi al’Ulūm min Mawāqi’ an-Nujūm, sedangkan dalam buku At-Tahbīr pembahasannya berjumlah 102 point.[2]

 

A.    Pengertian Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konsep merupakan rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, serta gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Menurut ustadz Abu Fauziyyah Nurcholis, berpendapat bahwa konsep adalah gagasan yang sudah konkret dan terjabarkan secara rinci.

 

B.     Pengertian Ilmu Tafsir

Ilmu Tafsir ialah ilmu yang membahas hal-ihwal Al-Kitāb (Alquran) yang mulia, baik dari aspek turunnya, periwayatannya, tata cara membacanya, lafal-lafalnya, dan makna-maknanya yang berkaitan dengan lafal atau yang berkaitan dengan hukum dan lainnya. (Drs. Abdullah Karim, M. Ag: 2005 saduran dari buku “Itmām ad-Dirāyah li Qurrā an-Nuqāyah”, karya asy-Syaykh al-Imām Jalāl ad-Dīn Abd ar-Rahmān Abū Bakr as-Suyūthiy asy-Syāfi‟iy).

 

C.    Definisi Al-Qur’an

Qara’a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun, dan qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Qur’an pada mulanya seperti qira’ah, yaitu masdar (infinitif) dari kata qara’a, qira’atan, qur’anan. Al-Qur’anul Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan, ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. (Manna Khalil Al Qattan)

Alquran adalah firman Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berfungsi sebagai mukjizat dalam batas minimal satu surah.[3]

Allah berfirman:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya.” (Al-Qiyamah [75]:17-18).

 

D.    Nama-nama dan sifat  Al-Qur’an

1.      Kitab

2.      Furqan

3.      Zikr

4.      Tanzil

5.      Nur (Cahaya)

6.      Mubin (yang menerangkan)

7.      Mubarak (yang diberkati)

8.      Busyra (khabar gembira)

9.      Majid (yang dihormati)

10.  Basyir (pembawa khabar gembira) dan nazir (pembawa peringatan)

 

E.     Keistiewaan Al-Qur’an

1) Qur’an adalah mukjizat; 2) kepastiannya mutlak; 3) membacanya dianggap ibadah; 4) wajib disampaikan dengan lafalnya. Sedang hadis kudsi, sekalipun ada yang berpendapat lafalnya juga diturunkan, tidaklah demikian halnya.

Al-Qur’an dapat memecahkan problem-problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan pemecahan yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang Maha Bijaksana dan MahaTerpuji. Pada setiap problem itu Qur’an meletakkan sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia, dan yang sesuai pula buat setiap zaman. Dengan demikian, Qur’an selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat, karena Islam adalah agama yang abadi. Alangkah menariknya apa yang dikatakan oleh seorang juru dakwah abad ke 14 ini: “Islam adalah suatu sistem yang lengkap; ia dapat mengatasi segala gejala kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, atau pemerintah dan bangsa. Ia adalah moral dan potensi atau rahmat dan keadilan. Ia adalah pengetahuan dan undang-undang atau ilmu dan keputusan. Ia adalah materi dan kekayaan, atau pendapatan dan kesejahteraan. Ia adalah jihad dan dakwah atau tentara dan ide. Begitu pula ia adalah aqidah yang benar dan ibadah yang sah. (Manna Khalil Al Qattan)

 

F.     Perbedaan antara Qur’an dengan Hadis Kudsi dan Hadis Nabawi

1.    Perbedaan Qur’an dengan Hadis Kudsi

Ada beberapa perbedaan antara Qur’an dengan hadis kudsi, dan yang terpenting ada 5 ialah:

a.       Al-Qur’anul Karim adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan lafalnya, Sedang hadis kudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.

b.      Al-Qur’anul Karim hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga dikatakan: Allah Ta‘ala telah berfirman. Sedang hadis kudsi seperti telah dijelaskan di atas terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah; sehingga nisbah hadis kudsi kepada Allah itu merupakan nisbah dibuatkan.

c.       Seluruh isi Qur’an dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah mutlak. Sedang hadis-hadis kudsi kebanyakannya adalah khabar ahad, sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.

d.      Al-Qur’anul Karim dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka ia adalah wahyu, baik dalam lafal ataupun maknanya. Sedang hadis kudsi maknanya saja yang dari Allah, sedang lafalnya dari Rasullulah s.a.w. Hadis kudsi ialah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafal.

e.       Membaca al-Qur’anul Karim merupakan ibadah; karena itu ia dibaca di dalam salat. Sedang hadis kudsi tidak disuruh membacanya di dalam salat. Allah memberikan pahala membaca hadis kudsi secara umum saja.

2.    Perbedaan Hadis Kudsi dengan Hadis Nabawi

Hadis nabawi itu ada dua:

a.    Tauqifi

b.    Taufiqi.

 

G.    WAHYU

1.      Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi 5 hal:

a.       Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa

b.      Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah

c.       Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Qur’an

d.      Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia.

e.       Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah untuk dikerjakan.

2.      Cara Wahyu Allah Turun kepada Malaikat

a.    Di dalam al-Qur’anul Karim terdapat nas mengenai kalam Allah kepada para malaikat-Nya:

b.    Telah nyata pula bahwa Qur’an telah dituliskan di lauhul mahfuz,

Oleh sebab itu para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Qur’an kepada Jibril dengan beberapa pendapat:

i.        Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafalnya yang khusus.

ii.      Bahwa Jibril menghafalnya dari Lauhul mahfuz.

Pendapat pertama itulah yang benar; dan pendapat itu yang dijadikan pegangan oleh Ahlus Sunnah wal Jama‘ah, serta diperkuat oleh hadis Nawas bin Sam‘an.

3.      Cara Wahyu Allah Turun kepada Para Rasul

a.      melalui Jibril, malaikat pembawa wahyu.

Ada dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat kepada Rasul:

i.     Datang kepadanya suara seperti dencingan lonceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara ini yang paling berat buat Rasul. Apabila wahyu yang turun kepada Rasulullah s.a.w. dengan cara ini, maka ia mengumpulkan segala –kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Dan suara itu mungkin sekali suara kepakan sayap-sayap para malaikat, seperti diisyaratkan di dalam hadis:

ii.   malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia.

b.      tanpa melalui perantaraan, di antaranya ialah: mimpi yang benar dalam tidur.

c.       kalam ilahi dari balik tabir tanpa melalui perantara. Yang demikian itu terjadi pada Musa a.s.

 

H.    Asbabun Nuzulul Qur’an

Kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan Asbabun Nuzul.

Untuk menafsirkan Qur’an ilmu ini diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri dalam pembahasan mengenai bidang itu. Yang terkenal di antaranya ialah Ali bin Madini, guru Bukhari, kemudian al-Wahidi dalam kitabnya Asbabun Nuzul, kemudian al-Ja‘bari yang meringkaskan kitab al-Wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu. Menyusul Syaikhul Islam Ibn Hajar yang mengarang satu kitab mengenai asbabun nuzul, satu juz dari naskah kitab ini didapatkan oleh as-Suyuti, tetapi ia tidak dapat menemukan seluruhnya, kemudian as-Suyuti yang mengatakan tentang dirinya: Dalam hal ini, aku telah mengarang satu kitab lengkap, singkat dan sangat baik serta dalam bidang ilmu ini belum ada satu kitab pun dapat menyamainya. Kitab itu aku namakan Lubabul Manqul fi Asbabin Nuzul.

Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat sahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat. Itu disebabkan pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini, bila jelas, maka hal itu bukan sekadar pendapat (ra’y), tetapi ia mempunyai hukum marfu‘ (disandarkan pada Rasulullah). Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun nuzul. AsSuyuti berpendapat bahwa bila ucapan seorang tabi‘in secara jelas menunjukkan asbabun nuzul, maka ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabi‘in itu benar dan ia termasuk salah seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat, seperti Mujahid, ‘Ikrimah dan Sa‘id bin Jubair serta didukung oleh hadis mursal yang lain.

 

Sebab turunnya sesuatu ayat itu berkisar pada dua hal:

  1. Bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat Qur’an mengenai peristiwa itu.
  2. Bila Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Qur’an menerangkan hukumnya.

 

Pengetahuan mengenai asbabun nuzul mempunyai banyak faedah, yang terpenting diantaranya:

  1. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara‘ terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa, karena sayangnya kepada umat.
  2. Mengkhususkan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum.
  3. Apabila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum dan terdapat dalil atas pengkhususannya, maka pengetahuan mengenai asbabun nuzul membatasi pengkhususan itu hanya terhadap yang selain bentuk sebab.
  4. Mengetahui sebab nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Qur’an dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui sebab nuzulnya.
  5. Sebab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan.

 

Faedah Mengetahui Asbabun Nuzul dalam Lapangan Pendidikan dan Pengajaran:

1.      media paling baik untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan di atas dalam mempelajari al-Qur’anul Karim baik bacaan maupun tafsirnya.

2.      menyampaikan sebab nuzul, maka kisahnya itu sudah cukup untuk membangkitkan perhatian, menarik minat, memusatkan potensi intelektual dan menyiapkan jiwa anak didik untuk menerima pelajaran, serta mendorong mereka untuk mendengarkan dan memperhatikannya.

3.      dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan nya perlu memanfaatkan konteks asbabun Nuzul untuk memberikan rangsangan kepada anak didik yang tengah belajar dan masyarakat umum yang dibimbing.

 

Yang Menjadi Pegangan Adalah Lafal yang Umum, bukan Sebab yang Khusus. Pendapat ini sesuai dengan keumuman (universalitas) hukum-hukum syariat. Apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab secara umum, atau sesuai dengan sebab secara khusus, maka yang umum (‘amm) diterapkan pada keumumannya dan yang khusus (khass) pada kekhususannya.

Segolongan ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang khusus, bukan lafal yang umum; karena lafal yang umum itu menunjukkan bentuk sebab yang khusus.

Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, sedang salah satu riwayat di antaranya itu sahih, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang sahih.

Apabila riwayat-riwayat itu sama-sama sahih namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih sahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan.

Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat. riwayat itu. dipadukan atau dikompromikan bila mungkin; hingga dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu di antara sebab-sebab itu berdekatan.

Penurunan Ayat Lebih Dahulu daripada Hukumnya. hal tersebut menunjukkan bahwa ayat itu diturunkan dengan lafal mujmal (global), yang mengandung arti lebih dari satu, kemudian penafSirannya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut, sehingga ayat tadi mengacu kepada hukum yang datang kemudian.

Beberapa Ayat Turun Mengenai Satu Orang sahabat mengalami peristiwa lebih dari satu kali, dan Qur’an pun turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu banyak ayat yang turun mengenainya sesuai dengan banyaknya peristiwa yang terjadi.

 

I.       Nuzulul Qur’an

TURUNNYA QUR’AN yang pertama kali pada malam lailatul qadar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan umat Muhammad. Umat ini telah dimuliakan oleh Allah dengan risalah baru agar menjadi umat paling baik yang dikeluarkan bagi manusia. Turunnya Qur’an yang kedua kali secara bertahap, berbeda dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya, sangat mengagetkan orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahasia hikmah ilahi yang ada di balik itu. Rasulullah tidak menerima risalah agung ini sekaligus, dan kaumnya pun tidak pula puas dengan risalah tersebut karena kesombongan dan permusuhan mereka. Oleh karena itu wahyu pun turun berangsur-angsur untuk menguatkan hati Rasul dan menghiburnya serta mengikuti peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya.

turunnya Qur’an sekaligus ke Baitul ‘Izzah di langit dunia agar para malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian sesudah itu Qur’an diturunkan kepada Rasul kita Muhammad s.a.w. secara bertahap selama dua puluh tiga tahun! sesuai dengan peristiwaperistiwa dan kejadian-kejadian sejak ia diutus sampai wafatnya. Ia tinggal di Mekah sesudah diutus selama tiga belas tahun dan sesudah hijrah tinggal di Medinah selama sepuluh tahun. Pendapat ini didasarkan pada berita-berita yang sahih dari Ibn Abbas.

 

TURUNNYA QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF

Perbedaan Pendapat tentang Pengertian Tujuh

  1. Tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna;
  2. tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dengan mana Qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur'an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa paling fasih di kalangan bangsa Arab, mes. kipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman;
  3. “Dari Ibn Mas‘ud, Nabi berkata: ’Kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf. Sedang Qur’an diturunkan melalui tujuh pintu dan dengan tujuh huruf, yaitu: zajr (larangan), amr, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal."
  4. tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang di dalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan), yaitu: Ikhtilaful asma’ (perbedaan kata benda), Perbedaan dalam segi i'rab (harakat akhir kata), dalam tasrif, dalam taqdim (mendahulukan) dan ta’khir (mengakhirkan), dalam segi ibdal (penggantian), Perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan, Perbedaan lahjah seperti bacaan tafkhim (menebalkan) dan tarqiq (menipiskan), fatah dan imalah, izhar dan idgam, hamzah dan tashil, isymam, dan lain-lain. Seperti membaca imalah dan tidak imalah.
  5. bilangan tujuh itu tidak diartikan secara harfiah (maksudnya, bukan bilangan antara enam dan delapan), tetapi bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab.
  6. tujuh huruf tersebut adalah qiraat tujuh.

 

Hikmah diturunkannya Qur’an dengan tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing,
  2. Bukti kemukjizatan Qur'an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab.
  3. Kemukjizatan Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukum. nya. Sebab perubahan-perubahan bentuk lafaz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan daripadanya berbagai hukum.

 

hikmah turunnya Qur’an secara bertahap dari nas-nas yang berkenaan dengan hal itu. Dan kami meringkaskannya sebagai berikut:

  1. Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah s.a.w.
  2. Tantangan dari kesesatan dan kesombongan hingga melampaui batas dan memperlihatkan kemukjizatannya.
  3. Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya.
  4. Kesesuaian dengan Peristiwa-peristiwa dan Pentahapan dalam Penetapan Hukum.
  5. Bukti yang pasti bahwa al-Qur’anul Karim diturunkan dari sisi Yang Mahabijaksana dan Maha Terpuji.

 

Faedah Turunnya Qur’an Secara Berangsur-angsur dalam Pendidikan dan Pengajaran:

  1. adanya suatu metode yang berfaedah bagi kita dalam mengaplikasikan tingkat pemikiran siswa dan pengembangan potensi akal, jiwa dan jasmaninya dengan apa yang dapat membawanya ke arah kebaikan dan kebenaran.
  2. perintah untuk membaca dan belajar dengan alat tulis
  3. mempunyai berbagai cara dan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat Islam yang sedang dan senantiasa berkembang, dari lemah menjadi kuat dan tangguh.
  4. Sistem belajar-mengajar yang memperhatikan tingkat pemikiran siswa dalam tahap-tahap pengajaran, bentuk bagian-bagian ilmu di atas yang bersifat menyeluruh serta perpindahannya dari yang umum menjadi lebih khusus;
  5. memberikan kepada para siswanya porsi materi ilmiah yang sesuai, dan kesanggupannya untuk menghafal dan memahami, atau berbicara kepada mereka dengan sesuatu yang dapat mereka jangkau,
  6. Buku yang tersusun judul-judul dan fasalfasalnya serta bertahap penyajian pengetahuannya dari yang mudah kepada yang lebih sukar, juga bagian-bagiannya disusun secara baik dan serasi, dan gaya bahasanya pun jelas dalam menyampaikan apa yang dimaksud

 

Yang terpenting dipelajari para ulama dalam pembahasan ini ialah: 1) Yang diturunkan di Mekah 2) yang diturunkan di Medinah; 3) yang diperselisihkan; 4) ayat-ayat Makkiah dalam surah-surah Madaniah; 5) ayat-ayat Madaniah dalam surah-surah Makkiah; 6) yang diturunkan di Mekah sedang hukumnya Madani; 7) yang diturunkan di Medinah sedang hukumnya Makki; 8) yang serupa dengan yang diturunkan di Mekah (Makki] dalam kelompok Madani; 9) yang serupa dengan yang diturunkan di Medinah [Madani] dalam kelompok Makki; 10) yang dibawa dari Mekah ke Medinah; 11) yang dibawa dari Medinah ke Mekah 12) yang turun di waktu malam dan di waktu siang; 13) yang turun di musim panas dan di musim dingin; 14) yang turun di waktu menetap dan dalam perjalanan.

 

Pengertian Surah

1.      Makkiyyah dan Madaniyyah

Ayat-ayat Makkiah dalam surah-surah Madaniah atau Ayat-ayat Madaniah dalam surah Makkiah.. penamaan surah itu Makkiah atau Madaniah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Karena itu, dalam penamaan surah sering disebutkan bahwa surah itu Makkiah kecuali ayat "anu” adalah Madaniah; dan surah ini Madaniah kecuali ayat "anu” adalah Makkiah.

a.    Faedah Mengetahui Makki dan Madani

i.    Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafaz, bukan sebab yang khusus.

ii.   Meresapi gaya bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh Situasi, merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika.

iii.  Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dak. wah dengan segala peristiwanya, baik pada priode Mekah maupun priode Medinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan.

b.    Pengetahuan tentang Makki dan Madani

i.    Untuk mengetahui dan menentukan Makki dan Madani para ulama bersandar pada dua cara utama: sima‘i naqli (pendengaran seperti apa adanya) didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu; atau dari para tabi‘in yang menerima dan mendengar dari para sahabat.

ii.   Qiyasi ijtihadi (kias hasil ijtihad) didasarkan pada ciri-ciri Makki dan Madani.

c.     Perbedaan Makki dengan Madani para ulama mempunyai tiga macam pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.

i.        Dari segi waktu turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan di Mekah. Madani adalah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun bukan di Medinah.

ii.      Dari segi tempat turunnya. Makki ialah yang turun di Mekah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Dan Madani ialah yang turun di Medinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil‘.

iii.    Dari segi sasarannya. Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekah dan Madani adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk Medinah. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat Qur’an yang mengandung seruan ya ayyuhan nas (wahai manusia) adalah Makki sedang ayat yang mengandung seruan yd ayyuhal lazina amanu (Wahai orang-orang yang beriman) adalah Madani.

d.    Kaidah kaidah atau Ketentuan Makki dan Ciri Khas Temanya

i.        Setiap surah yang didalamnya mengandung ’’sajdah’’ maka surah itu Makki.

ii.      Setiap surah yang .mengandung lafal kalla, berarti Makki. Lafal ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Qur’an. Dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas surah.

iii.    Setiap surah yang mengandung ya ayyuhan nas dan tidak mengandung yaa ayyuhal lazina amanu, berarti Makki, kecuali Surah al-Hajj yang pada akhir surah terdapat ya ayyuhal lazina amanur-ka‘i wasjudu. Namun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makki.

iv.    Setiap surah yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makki, kecuali surah Baqarah.

v.      Setiap surah yang mengandung kisah Adam dan Iblis adalah Makki, kecuali surah Baqarah.

vi.    Setiap surah yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan, seperti Alif Lam Mim, Alif Lam Raa, Ha Mim dan lain-lainnya, adalah Makki, kecuali surah Baqarah dan Ali ‘Imran. Sedang surah Ra‘d masih diperselisihkan.

e.    Dari segi ciri tema dan gaya bahasa dapatlah diringkas sebagai berikut:

i.        Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksaannya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.

ii.      Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat; dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.

iii.    Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka; dan sebagai hiburan buat Rasulullah sehingga ia tabah dalam menghadapi gangguan mereka dan yakin akan menang.

iv.    Suku Katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataannya singkat, di telinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan diperkuat lafal-lafal sumpah; seperti surah-surah yang pendek-pendek. Dan perkecualiannya hanya sedikit.

f.      Ketentuan Madani dan Ciri Khas Temanya

i.        Setiap surah yang berisi kewajiban atau had (sanksi) adalah Madani.

ii.      Setiap surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah Madani, kecuali surah al-‘Ankabut adalah Makki.

iii.    Setiap surah yang di dalamnya terdapat dialog dengan Ahli Kitab adalah Madani.

g.    Dari segi ciri khas tema dan gaya bahasa dapatlah diringkaskan sebagai berikut:

i.        Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasional, baik di waktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan.

ii.      Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki di antara sesama mereka.

iii.    Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisis Kejiwaanya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bas agama.

iv.    Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan Sasarannya.

 

2.      Al-Hadhariy dan as-Safariy

3.      An-Nahāriy dan al-Layliy

4.      Ash-Shayfiy dan asy-Syitā’iy

5.      Al-Firāsyiy

 

J.      Ayat yang Pertama Turun & Ayat yang Terakhir Turun

 

1.      Pengertian ayat

 

K.    Yang Mula-Mula Diturunkan Menurut Persoalannya

Para ulama juga membicarakan ayat-ayat yang mula-mula diturunkan berdasarkan persoalan-persoalan tertentu. Di antaranya:

1.      Yang pertama kali turun mengenai makanan.

2.      Yang pertama kali diturunkan dalam hal minuman.

3.      Yang pertama kali diturunkan mengenai perang.

 

Pengetahuan mengenai ayat-ayat yang pertama kali dan terakhir kali diturunkan itu mempunyai banyak faedah, yang terpenting diantaranya adalah:

  1. Menjelaskan perhatian yang diperoleh Qur’an guna menjaganya dan menentukan ayatayatnya. Para sahabat telah menghayati Qur’an ini ayat demi ayat, sehingga mereka mengerti kapan dan dimana ayat itu diturunkan.
  2. Mengetahui rahasia perundang-undangan Islam menurut sejarah sumbernya yang pokok.
  3. Membedakan yang nasikh dengan yang mansukh.

 

L.     Korelasi antara Ayat dengan Ayat dan Surah dengan Surah

pengetahuan tentang munasabah atau korelasi antara ayat dengan ayat dan surah dengan surah juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat, dari segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat, atau antara satu surah dengan surah yang lain.

 

M.   Mengajarkan Qur’an dan Menerima Upah (Bayaran) Atasnya

N.    Qirā’at Alquran

Al-Mutawātir

Al-Āhād

Asy-Syādz

Beberapa Qirā'at Nabi saw.

Para Periwayat dan Penghafal Alquran, 10. QIRAAT QUR’AN DAN PARA AHLINYA. Hal 163.

Bervariasinya qiraat yang sahih ini mengandung banyak faedah dan fungsi, di antaranya:

 

O.    Adab Membaca Qur’an

Di anjurkan bagi orang yang membaca Qur’an memperhatikan 12 hal berikut:

P.     Tata Cara Membaca Alquran

1.      Waqf (cara menghentikan bacaan Alquran) dan Ibtida' (memulai bacaan Alquran). Pengetahuan tentang al-waqfu dan al-ibtida’'* mempunyai peranan penting dalam cara pengucapan Qur’an untuk menjaga keselamatan makna ayat, menjauhkan kekaburan dan menghindari kesalahan.

2.      al-Isymām

3.      al-imālah

4.      al-Madd

5.      meringankan bacaan huruf hamzah, yaitu ada empat macam:

a.      Naql

b.      Ibdāl

c.       Tashīl

d.      Isqāth

6.      Idgām, empat macam sebagai berikut:

a.      Abū 'Amr tidak mengidgāmkan jika terdapat dalam satu kata dan hanya mengidgāmkan jika terletak dalam dua kata

b.      jika terdapat dalam dua kata, di dalam Alquran semuanya diidgāmkan kecuali:

c.       Adapun jika kedua huruf itu berdekatan (mutaqāribayn), hanya qāf yang huruf sebelumnya berbaris dengan kāf jama' mudzzakkar yang terdapat dalam satu kata yang diidgāmkan, selain itu dibaca i§har (jelas seperti tulisannya).

d.      Jika kedua huruf yang berdekatan itu terdapat dalam dua kata, maka ada beberapa huruf tertentu yang diidgāmkan,

  1. Berkaitan dengan pembahasan mengenai lafal-lafal, yaitu ada tujuh macam:

a.       Al-Garīb

b.      Al-Mu'arrab

 

Q.    Makna yang Berkaitan dengan Bahasa

1.      Al-Majāz

2.      Al-Musytarak

3.      Al-Mutarā dif

4.      Al-Isti‟ ā rah

5.      Tasybīh

R.    Makna yang Berkaitan dengan Hukum

1.      Yang Umum, yang Tetap dalam Pengertian Umumnya

2.      Yang Umum yang Dikhususkan

3.      Ungkapan yang Umum, namun yang Dimaksudkan Adalah yang Khusus

4.      Yang Ada di dalam Alquran Dikhususkan oleh Sunnah Rasulullah saw.

5.      Alquran Memberikan Pengecualian (Pengkhususan) terhadap Sunnah

6.      Yang Global, Selama Tidak Jelas Dalālahnya (petunjuknya terhadap yang dimaksudkan)

7.      Yang Ditakwilkan

8.      Al-Mafhūm

9.      Al-Muthlaq

10.  Al-Muqayyad

11.  An-Nāsikh

12.  Wa Al-Mansūkh

13.  Al-Ma’mūlu bihi Muddatan Mu’ayyanatan

14.  wa Mā ‘Amila bihī Wāhidun,

S.      Makna yang Berkaitan dengan Lafal

1.      Al-Fashl

2.      Al-Washl

3.      Al-Ī´jāz

4.      Al-Ithnāb

5.      Al-Musāwāh,

6.      Al-Qashr

7.      adz-Dzayl

8.      wa at-Tatimmah

hanya disebutkan empat macam:

a.       nama-nama yang ada di dalam Alquran

b.      al-Kunyah

c.       al-Alqāb

d.      al-Mubhamāt

 

T.     Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ilmu Alquran

PENGUMPULAN DAN PENERTIBAN QUR’AN

pengumpulan Qur’an (jam‘ul Qur'an) oleh para ulama adalah salah satu dari dua pengertian berikut:

1.    pengumpulan dalam arti hifguhu (menghafalnya dalam hati). Jummda‘ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya di dalam hati).

 

Pengumpulan Qur’an dalam Arti Menghafalnya pada Masa Nabi. Antusiasisme para sahabat untuk mempelajari dan menghafal Qur’an, Rasulullah pun mendorong mereka ke arah itu dan memilih orang tertentu yang akan mengajarkan Qur’an.

 

2.    pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah.

 

Pengumpulan Qur’an dalam Arti Penulisannya pada Masa Nabi. Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Mu‘awiyah, ‘Ubai bin Ka‘b dan Zaid bin Sabit. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan di dalam hati. Di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan Qur’an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh Nabi. mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang-belulang binatang.  Tulisan tulisan Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang Jain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, diantaranya Ali bin Abi Talib, Mu‘az, bin Jabal, Ubai bin Ka‘b, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas‘ud telah menghafal seluruh isi Qur‘an di masa Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Sabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur’an di hadapan Nabi. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafa’ur Rasyidin sesuai dengan janji-Nya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya.” Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar.”

Pengumpulan Qur’an pada Masa Abu Bakar, Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur’an itu. Zaid bin Sabit memulai tugasnya yang berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan di tangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun tiga belas Hijri, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada di tangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ke tangan Hafsah, putri Umar. Pada permulaan kekhalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.

 

Pengumpulan Qur’an pada Masa Usman, Apabila mereka berkumpul di suatu pertemuan atau di suatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran akan adanya perbedaan qira’at ini. Terkadang sebagian dari mereka merasa puas karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah, sehingga terjadilah pembicaraan tentang bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan menimbulkan saling pertentangan bila terus tersiar, bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.

 

Dari Anas: ”Bahwa Huzaifah bin al-Yaman datang kepada Usman. Ia pernah ikut berperang melawan penduduk Syam bagian Armenia dan Azarbaijan bersama dengan penduduk Irak. Huzaifah amat terkejut oleh perbedaan mereka dalam bacaan. Lalu ia berkata kepada Usman: ’Selamatkanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan (dalam masalah Kitab) sebagaimana perselisihan orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Usman kemudian mengirim surat kepada Hafsah yang isinya: ’Sudilah kiranya Anda kirimkan kepada kami lembaran lembaran yang bertuliskan Qur’an itu, kami akan menyalinnya menjadi beberapa mushaf, setelah itu kami akan mengembalikannya.’ Hafsah mengirimkannya kepada Usman, dan Usman memerintahkan Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa‘id bin ‘As dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam untuk menyalinnya. Mereka pun menyalinnya menjadi beberapa mushaf.

Usman berkata kepada ketiga orang Quraisy itu: ’Bila kamu berselisih pendapat dengan Zaid bin Sabit tentang sesuatu dari Qur’an, maka tulislah dengan logat Quraisy, karena Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy.’

 

U.    TERTIB AYAT DAN SURAH

Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surah-surah Qur’an.

V.    Surah-surah Qur’an itu ada empat bagian: 1) at-Tiwal, 2) al Mi'un, 3) al-Masani, dan 4) al-Mufassal

W.  Perbaikan Rasam Usmani, Mushaf Usmani tidak memakai tanda baca titik dan syakal, karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni,

X.    Fasilah dan Ra’sul Ayat

Dinamakan fasilah, karena pembicaraan terputus (berakhir) di tempat itu.

fasilah itu 4 macam, di antaranya:

mutamasilah, mutaqaribah fil huruf, mutawaziyah, dan mutdwazin.

 

Ra’sul ayat memutuskan ayat dengan ayat sesudahnya. Hal semacam ini dalam perkataan orang terkadang disebut sajak, seperti yang dikenal dalam ilmu Badi‘ (stilistik). Tetapi banyak ulama yang tidak menggunakan istilah ini (sajak) pada al-Qur’anul Karim karena nilai Qur’an memang lebih tinggi dari perkataan kalangan sastrawan.

 

Y.    Keraguan Orang-orang yang Ingkar terhadap Wahyu & Kesesatan Ahli ilmu Kalam

1.      Mereka mengira bahwa Qur’an dari pribadi Muhammad,

2.      Orang-orang Jahiliah, dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasullullah s.a.w. mempunyai ketajaman otak, kedalaman penglihatan, kekuatan firasat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang menjadikannya memahami ukuran-ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah melalui Ilham (inspirasi), serta mengenali perkara-perkara yang rumit melalui kasyaf, sehingga Qur’an itu tidak lain daripada hasil penalaran intelektual dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan retorikanya.

3.      Orang-orang jahiliah dahulu dan sekarang menyangka bahwa Muhammad telah menerima ilmu-ilmu Qur’an dari seorang guru.

  1. Para ahli ilmu kalam membagi kalam Allah menjadi dua bagian: kalam nafsi yang kekal yang ada pada zat Allah, yang tidak berupa huruf, suara, tertib dan tidak pula bahasa; dan kalam lafzi (verbal), yaitu yang diturunkan kepada para Nabi a:s., yang di antaranya adalah empat buah kitab.

 

KAIDAH-KAIDAH YANG DIPERLUKAN PARA MUFASIR

PERBEDAAN MUHKAM DENGAN MUTASYABIH

AMM DAN KHASS

NASIKH DAN MANSUKH

MUTLAQ DAN MUQAYYAD

MANTUQ DAN MAFHUM



[1] Abdullah Karim, Ilmu Tafsir Imām As-Suyūthiy, (Banjarmasin: COMDES Kalimantan, 2005), cet. Ke-1, hlm. 5.

[2] Abdullah Karim, Ilmu Tafsir Imām As-Suyūthiy, (Banjarmasin: COMDES Kalimantan, 2005), cet. Ke-1, hlm. 6.

[3] Abdullah Karim, Ilmu Tafsir Imām As-Suyūthiy, (Banjarmasin: COMDES Kalimantan, 2005), cet. Ke-1, hlm. 6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar